Rabu, 15 Juli 2009

Kasus Pematang Siantar Pendidikan VS Kepentingan Kota

Hari ini ketika saya bangun, saya dikejutkan dengan beberapa berita tentang pendidikan yang membuat saya miris. Tahun ajaran baru kali ini diwarnai dengan beberapa kejadian kurang mengenakkan, salah satunya yang paling menjadi sorotan adalah kasus tukar guling atau pemindahan lahan SMA N 4 yang satu lokasi dengan salah satu SD Negeri (ma’af saya lupa SDN berapa) di Pematang Siantar, Sumatra. Lokasi pemindahannya terletak 25 km dari loksi awal. Pemindahan dilakukan karena lokasi sekolah berada di daerah perkotaan, saya pribadi kurang begitu jelas mengapa alasan tersebut memicu pemindahan lahan sekolah. Memang pada prinsipnya lokasi sekolah lebih baik berada jauh dari keramaian agar proses belajar mengajar lebih efektif. Namun apabila dipindahkan sejauh itu tentunya akan merugikan pihak siswa yang terpaksa harus menempuh jarak ekstra dan tentunya dengan biaya ekstra pula.

Ironisnya lokasi sekolah yang lama ini akan dijadikan areal perhotelan, yang tentunya akan lebih menguntungkan bila berada di daerah perkotaan. Apakah karena alasan ini areal sekolah dipindahkan? Saya tidak tahu, tapi alasan tersebut masuk akal. Pihak – pihak yang terkait dengan pemindahan lahan sekolah ini masih belum memberikan keterangan pasti tentang hal tersebut. Walikota Pematang Siantar sendiri masih berada di luar kota sehingga belum bisa memberikan keterangan. Dari DPRD sendiri juga belum memberikan keterangan. Bagaimana dengan Kepala Sekolah? Beliau malah menolak memberikan komentar terhadap pemindahan lahan tersebut. Hanya Kepala Diknas yang sempat memberikan keterangan terkait kasus tersebut. Beliau berdalih bahwa pemindahan tersebut sudah disosialisasikan sejak 2008, walaupun ada beberapa perkara teknis yang mungkin sedikit berpengaruh terhadap sosialisasi tersebut. Selain itu ketika ditanya apakah tempat yang baru layak atau tidak, beliau hanya menjawab “kami rasa cukup layak” dan “tim kami sudah menilai, dan dinilai tempatnya cukup layak” dan juga “untuk terkait fasilitas nantinya, bila ada fasilitas yang kurang nantinya akan dipenuhi oleh pemkot”. Dari kalimat tersebut sedikit banyak kita bisa menganalisis bagaimana lokasi sekolah yang baru.

Yang membuat saya miris adalah ketika melihat ratusan siswa SMAN 4 menolak menghuni gedung baru dan lebih memilih berdemo di depan lahan sekolah lama menuntut agar sekolah mereka dibuka kembali. Beberapa siswa malah sempat merusak seng – seng yang menutupi pagar sekolah. Mereka mengatakan bahwa pemindahan ini belum disosialisasikan seblumnya, selain itu pemindahan ini juga memberatkan karena letak sekolah baru yang berada lebih jauh dan tentu saja lebih menyulitkan untuk mencapainya. Memang itu terdengar seperti alasan yang tidak masuk akal, tapi alasan tersebut jauh lebih jujur daripada alasan – alasan lain yang terkesan dibuat – buat. Problem tersebut memang terlihat remeh, tapi sekali lagi itu konsekuensi yang harus dihadapi para siswa ketika pemindahan lahan itu terjadi.

Yang lebih miris ketika siswa – siswa SD juga menuntut hal yang sama dengan yang dilakukan kakak – kakak mereka, mereka menangis – nangis di depan pintu gerbang masuk SD. Bahkan ada beberapa yang menendang – nendang gerbang sebagai ungkapan kekesalan mereka. Saya kurang begitu jelas mendengar apa yang mereka keluhkan, karena selain suara mereka yang diwawancarai kurang jelas karena terendam tangisan mereka, juga karena pikiran saya yang mendadak kosong melihat adegan siswa – siswa SD yang menangis di depan gerbang tersebut. Dan hal tersebut sudah berlangsung sejak Senin kemarin. 

Saya susah berkomentar terhadap kejadian ini. Sedikit dilematis mengingat hotel yang akan dibuat menggantikan sekolah akan menambah APBD pemerintah kota Pematang Siantar, hal ini tidak bisa ditampikkan begitu saja. Namun, apakah hal tersebut mengharuskan Pemkot untuk “menggusur” lahan pendidikan. Apakah pendidikan di negeri ini memang layak ditukar dengan sekian rupiah Anggaran Kota? Apakah hal itu tidak mengkhianati nialai – nilai kependidikan?Apakah begitu susahnya mencari solusi lain untuk meningkatkan Anggaran?
Pertanyaan – pertanyaan inilah yang menjadi PR kita semua untuk membangun Indonesia lebih baik. Agar ke depannya tidak terulang lagi kasus serupa atau bahkan akan lebih parah.
Mari kita berjuang bersama – sama……
Ganbate Kudasai………….

1 komentar:

Danik Eka R. mengatakan...

kadangkala realitas soaial bagai rantai setan yang g' bisa langsung diputus begitu aja. Mungkin dari komunitas kecil harus mencoba menentukan sikap & berbuat sesuatu. Kemaslahan yg lebih besar di mana? apakah pemasukan bagi APBD hanya sebagai kedok diatas kapitalisme para cukong2 yg tdk akan mau memberikan uang transport kepada tiap siswa selama ia tercatat sebagai siswa di sekolah yg dipindahkan...? itu konsekwensi logis yg harus ditanggung oleh para kaum konglomerat tsb. Jika hal tu terus2an terjadi & g' hx saja ada di satu daerah, Mungkin Revolusi seperti di Inggris akan terjadi.